BAB 10 Secangkir Kopi, Tulisan Ilmiah, dan Bayangan Cantika dalam Pikiran Erick
Sore itu Erick kembali duduk di sudut favorit perpustakaan pusat—sebuah meja kayu yang warnanya mulai pudar, dekat jendela besar yang menghadap taman kampus. Di depannya, secangkir kopi hitam masih mengepulkan uap tipis, meninggalkan aroma pahit-manis yang biasanya cukup untuk menyalakan semangatnya kembali setelah berjam-jam berkutat dengan jurnal dan data penelitian. Biasanya, saat berada di sini, dunia Erick mengecil menjadi satu: teori, metodologi, dan target publikasi berikutnya. Ia selalu bisa mengalihkan diri dari kebisingan luar, fokus pada satu hal yang paling dicintainya: mengejar pengetahuan, menulis, dan menyempurnakan karya ilmiah. Namun sore ini berbeda. Tangannya memegang pena, tetapi pikirannya tidak sepenuhnya terkumpul di antara barisan kata yang ia susun. Ia membaca satu paragraf jurnal lalu mengulanginya, namun tetap tidak benar-benar masuk ke kepalanya. Setiap kali ia mencoba fokus, ada satu bayangan samar yang menyela. Sebuah wajah. Sebuah tatapan singk...