BAB 4 Tatapan Mata

 Pagi itu kampus sedang ramai—mahasiswa baru masih berkumpul di sekitar gedung orientasi, sementara mahasiswa lama lalu-lalang dengan ritme yang sudah terbiasa. Di tengah keramaian itu, Cantika berdiri di dekat papan pengumuman, mencoba membaca jadwal kelas yang tertempel sedikit miring. Rambutnya tertiup pelan oleh angin pagi, membuat beberapa helai jatuh menutupi pipinya.

Sementara itu, dari arah berlawanan, Erick berjalan santai namun mantap, seperti seseorang yang selalu tahu ke mana harus pergi. Ia baru saja selesai berbicara dengan dosen, masih membawa map berisi draft penelitian. Banyak yang menyapanya, tetapi ia hanya menjawab dengan anggukan singkat dan senyum tipis yang menjadi ciri khasnya.

Dan di titik itu—di lorong yang dipenuhi cahaya matahari yang jatuh dari jendela besar—tatapan mereka bertemu.

Erick awalnya hanya mencari celah untuk lewat di tengah kerumunan, namun pandangannya tertahan ketika melihat sosok Cantika. Ia tidak mengenalnya, namun wajah itu… membuat langkahnya melambat sepersekian detik. Bukan karena terpesona berlebihan, tapi karena ada sesuatu yang murni dan menenangkan di tatapan Cantika yang sedang mengamati papan jadwal.

Cantika, yang merasakan ada seseorang berjalan mendekat, menoleh sekilas. Dan saat matanya bertemu dengan mata Erick, waktu terasa seperti berhenti sejenak.

Tatapan mereka hanya berlangsung sesingkat kedipan mata—hangat, bersih, tanpa pretensi—seolah keduanya sama-sama terkejut melihat seseorang yang tidak mereka duga ada di hadapan.

Cantika sempat merasa jantungnya berdetak sedikit lebih cepat, tidak tahu kenapa. Erick, meskipun terbiasa dengan perhatian banyak orang, untuk pertama kalinya merasa seperti tatapan seseorang menembus kesibukan pikirannya. Bukan tatapan yang kagum atau gelisah—justru tatapan yang tenang, seakan Cantika melihat dirinya sebagai manusia biasa, bukan mahasiswa hebat yang sering dielu-elukan.

Erick menghentikan langkahnya sejenak, hanya untuk kemudian mengangguk sopan—hal kecil yang spontan hadir dari kebiasaannya menghargai orang lain. Cantika membalasnya dengan senyum tipis yang lebih terasa sebagai ucapan terima kasih atas kesopanan itu.

Dan kemudian… momen itu berlalu. Erick melanjutkan langkahnya menuju gedung fakultas, sementara Cantika kembali menatap papan jadwal, meski pikirannya agak terhenti oleh sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAB 8 Bayangan Cantika pada Erick dan Roni

BAB 7 Roni Menangkap Sekilas Sosok Cantika

BAB 2 Roni Mahasiswa yang Belum Lulus